
Dulu aku suka heran n ga habis fikir dengan tingkah laku anak2 kecil yang sulit diatur n menganggap mereka terlalu dimanja. eh ternyata sekarang aku ngalamin huhuhu :(. Beberapa bulan ini Zayan mulai menunjukan emosi yang berlebihan. Udah gitu sekarang kalo disuruh makan, ampyuuuuunnnn susaahnyaaa *frustasi mode on*.
Hmmmfff... ternyata perilaku seperti ini disebut Temper Tantrum. Tau karena kemarin konsultasi perubahan perilaku Zayan ke DSA-nya. Alhamdulillah tantrumnya Zayan masih dalam taraf normal, ga sampe yang sifatnya merusak dan menyakiti diri sendiri. Tantrumnya nanti bisa hilang sendiri, mamanya aja yang harus belajar sabar hehehe :D.
Setelah browsing2 nemu deh kalo Tantrum itu ada beberapa tipe, tingkah laku dan sebab akibat. Secara garis besar yang aku dapat di Mr. Google :
Mengapa Anak Tantrum?
Sesungguhnya tantrum merupakan bagian dari perkembangan anak. Suatu fase normal yang dilalui oleh semua anak. Bahkan anak-anak yang ’paling baik’ sekalipun, sekali waktu juga pernah tantrum. Menurut pakar psikologi anak, temperamen anak juga mempengaruhi kecenderungan tantrum. Anak yang bertemperamen ’sulit’ cenderung mudah tantrum.
Sesekali, sebagai orangtua, kita perlu juga memandang ’dunia’ ini dari sudut pandang anak. Seiring dengan pertambahan umurnya, anak semakin memahami lingkungannya. Mereka tahu bahwa ada banyak sekali pilihan di sekelilingnya. Di mata anak, semuanya menarik sehingga mereka ingin memiliki atau menguasai semuanya. Tak seperti orang dewasa, anak-anak (batita dan balita) memiliki keterbatasan dalam mengendalikan maupun menyalurkan emosinya. Maka, ketika keinginannya tak terpenuhi, mereka menyalurkan rasa frustasinya lewat satu-satunya cara yang ia kuasai benar, TANTRUM!
Memahami faktor-faktor pemicu tantrum adalah ’bekal’ orangtua untuk menyikapi perilaku ini dengan kepala dingin.
- Tak mampu mengungkapkan keinginannya
Umumnya anak usia balita dan batita memiliki keterbatasan bahasa. Meski kosakatanya belum banyak, anak usia 1 tahun telah memahami banyak hal. Pemahamannya melebihi kemampuan verbalnya. Coba Anda bayangkan, bagaimana jika orang yang Anda ajak komunikasi tak kunjung mengerti maksud Anda? Seperti itulah yang dirasakan si kecil. Biasanya, tantrum akan berkurang seiring dengan meningkatnya kemampuan bicara anak.
- Terhalangnya keinginan untuk mandiri
Anak usia batita mulai tumbuh rasa kemandiriannya. Mereka ingin dan merasa bisa melakukan berbagai hal yang dilakukan oleh orangtuanya. Ketika Anda melarangnya, maka ia menyalurkan rasa frustasinya melalui tantrum.
- Tak mampu menguasai/melakukan suatu hal
Anak bisa frustasi karena tak berhasil melakukan sesuatu hal yang ia anggap mampu lakukan. Misalnya, tak berhasil membuka kancing bajunya sendiri, atau tak bisa membuka tutup botol.
- Ditolak permintaannya
Ini yang sering terjadi di toko atau supermarket, ketika Anda tak mengabulkan permintaan anak.
- Lelah, lapar dan/atau merasa tak nyaman
Anak cenderung mudah ’meledak’ ketika mereka merasa lelah, lapar atau tidak nyaman.
- Mencari perhatian
Kadangkala anak tantrum untuk menarik perhatian orangtuanya. Dorothy Einon, seorang pakar perilaku anak di Inggris mengatakan, anak tidak akan tantrum dengan orang yang tidak ia cintai.
- Suasana hatinya memang sedang buruk
Bad mood bukan monopoli orang dewasa, anak batita juga bisa, lho! Bukan tak mungkin si kecil terbangun di pagi hari dengan suasana hati yang kurang baik, dan tetap seperti itu sepanjang hari. Kalau sudah begini, lebih baik Anda bersiap-siap jika sewaktu-waktu terjadi ’ledakan’.
Jenis Tantrum
Dalam buku “Temper Tantrum in Young Children”, psikolog Michael Potegal, mengidentifikasikan dua jenis tantrum yang berbeda dengan landasan emosional dan tingkah laku yang berbeda sebagai berikut:
- Tantrum amarah (anger tantrum) dengan ciri menghentakkan kaki, menendang memukul dan berteriak.
- Tantrum kesedihan (distress tantrum) dangan ciri menangis dan terisak-isak, membantingkan diri dan berlari menjauh.
Anak yang masih sangat kecil sering mengungkapkan kesedihan atau kehilangan dangan tantrum.
Dalam buku “Raising Happy Children”, Jan Parker dan Jan Stimpson juga memaparkan dua jenis tantrum yang berbeda:
- Tantrum yang berawal dari kesedihan dan amarah.
- Tantrum yang berakar pada kebingungan dan ketakutan.
Ternyata setiap anak batita umur 18 bulan hingga 3 tahun plus (malah bisa sampai 6 tahun), akan melawan otoritas kita sebagai orangtua dan sewaktu-waktu menegaskan individualitasnya (hal ini merupakan bagian normal bagi seorang anak karena ia terus menerus berusaha untuk menggali dan mempelajari batasan yang ada. Mereka hampir pasti menunjukkan beberapa perilaku yang sulit, seperti keras kepala dan menentang (atau yang disebut psikolog “melawan”) karena ia sedang mengembangkan kemandirian dan otonomi. Tantrum juga merupakan cara yang normal untuk menyalurkan perasaan yang berlebih.
Anak-anak usia 2-3 tahun merupakan anak-anak yang sedang belajar mengungkapkan keinginannya. Dengan kondisi bicara yang belum jelas, bahkan ada yang belum bisa bicara, mereka bingung bagaimana menyampaikan keinginannya pada orang tuanya. Saking frustasinya karena orangtuanya tidak memahami maksudnya, biasanya anak menjadi marah. Hal lain yang menyebabkan anak tantrum adalah tidak dipenuhinya keinginannya oleh orang tuanya. Misalnya dia ingin sesuatu, tetapi dilarang.
Lalu bagaimana cara menangani anak tantrum?
1. Orangtua tetap tenang mengawasi anak yang sedang tantrum. Biarkan dia tenang dengan sendirinya. Jangan diamkan anak hingga dia bisa lebih tenang. Jangan terpancing emosi. Biarkan anak sampai kondisi emosinya membaik, kecuali jika anak melampiaskan marahnya dengan hal yang membahayakan
2. Lakukan apapun yang sedang anda lakukan selama masa tantrum berlangsung. Jangan memukul atau melakukan hukuman fisik.
3. Jangan menyerah dengan tantrum anak. Begitu kita menyerah, mereka akan belajar menggunakan perilaku tak pada tempatnya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan
4. Jangan menyuap anak dengan hadiah untuk menghentikan tantrum. Anak-anak akan belajar bertindak tak semestinya untuk mendapatkanya
5. Setelah tenang, peluk anak dengan lembut sambil mengucapkan kata-kata menenangkan, misalnya : Maaf ya nak, tadi mama gak ngerti maksud kakak…Rayu anak dengan lembut.
6. Setelah agak lama, berikan nasihat (masih dengan tetap manis) bahwa bunda sayang sama si anak, misalnya : bunda sayang sama adek, apalagi kalo kakak jadi anak baik.
Biasanya bila anak disikapi dengan kasih sayang, frekwensi tantrumnya akan berkurang dan bahkan bisa hilang seiring bertambahnya usianya.
Mudah2an artikel diatas bisa membantu menjawab perilaku anak2 kita yang tantrum.
Source :
http://sekolahautismeal-ihsan.com
http://mahpur.blogspot.com
http://www.ibudananak.com
http://wanatirta.wordpress.com